Kamis, 07 Oktober 2010

Komentar Para Tokoh untuk buku " Catatan Harian Seorang Mafia Pajak"


Denny Indrayana, Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum  
“ Menjadi pegawai pajak dihadapkan seseorang pada dua pilihan. 
Penyelamat atau pencuri uang Negara. Awalnya, mafia pajak 
terlahir karena paksaan sebelum bermetamorfosa menjadi kebutuhan. “

Emerson Yuntho, Wakil Koordinator ICW
“ Meski cerita fiksi, tapi kami percaya bahwa apa yang tertulis 
merupakan gambaran yg tidak jauh berbeda dengan kehidupan penulisnya. “

Zanial Arifin MohtarDosen UGM dan aktivis anti korupsi
“ Buku yang menarik. Membacanya saya membayangkan tuturan 
seorang whistle blower yang menceritakan kasus tertentu. 
Para pemberantas korupsi ertantang untuk menyelesaikannya, 
termasuk menyediakan solusinya.. “

Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani 
dan aktivis Gerakan Indonesia Bersih
“ Buku yang member khabar baik. Bahwa masih ada jarum di tengah 
  tumpukan pasir. Amat penting dibaca untuk dibaca untuk menambah
  keyakinan bahwa bangsa ini masih dapat disembuhkan dari 
  penyakit massal korupsi ".


Jumat, 01 Oktober 2010

CATATAN HARIAN MAFIA PAJAK

     Pada tanggal 3 Mei 2005, Dirjen Pajak Hadi Purnomo menggelar konfrensi press di Bandara Udara Juanda Surabaya berkenaan dengan keberhasilan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak ( Karikpa ) Surabaya II yang dipimpin Pulung Sukarno dalam mengungkap tindak pidana faktur pajak fiktif sebesar Rp. 3,8 milyar. “ Jumlah ini merupakan jumlah sementara. Besar kemungkinan dalam penyidikan nanti jumlahnya bertambah besar, “ ucap Hadi Poernomo.
     Penangkapan tersebut dilakukan setelah lebih dari dua bulan Karikpa Surabaya II melakukan pemeriksaan intensif terhadap temuan faktor pajak fiktif yang dilakukan oleh W, seorang pengusaha berusia 45 tahun yang berdomisili di Bratang, Surabaya. Pengungkapan kasus ini jangan semata-mata dilihat dari besar-kecilnya kerugian negara tapi dari sikap tegas instansinya untuk menegakkan peraturan, menurut Hadi Poernomo. "Siapapun wajib pajak yang mencoba bermain-main atau menggunakan faktur pajak secara tidak sah, pasti akan kena cepat atau lambat," katanya ( Bisnis Indonesia, 4 Mei 2005 ).
     Empat orang dinyatakan sebagai tersangka, mereka adalah MSP   ( tinggal di Klampis Surabaya, 40 tahun), JE (konsultan pajak, 45 tahun), DN (tinggal di Menganti Surabaya), dan HW (tinggal di Mojokerto, laki-laki, 45 tahun) yang statusnya kini menjadi tahanan titipan di Polwiltabes Surabaya. "Bedanya dengan kasus-kasus sebelumnya, kali ini yang tertangkap adalah aktor intelektualnya. Mereka adalah orang level pertama. Sebelumnya, yang kena jerat hanya operator lapangan," tambah Hadi Poernomo. "Pemeriksaan ini lebih banyak menggunakan operasi intelijen. Kami berkoordinasi dengan kantor pusat Ditjen Pajak karena peredaran faktur pajak fiktif ini sudah lintas wilayah," jelas Pulung Sukarno. 
     Berdasarkan pengembangan kasus ini, pada tanggal 13 Mei 2005, Kakanwil Pajak Jabagtim I, Fadjar OP Siahaan didampingi Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Gunadi dan Kapolwiltabes Surabaya menggelar konfrensi press tentang keterlibatan 14 pegawai pajak dalam kasus ini. Mereka telah dutetapkan sebagai tersangka. “ Belasan pegawai tersebut beragam. Mulai dari cleaning service hingga pejabat eselon II, “ ujar Fadjar. Mereka terdiri dari lima PNS, tiga pegawai honorer, tiga cleaning service, dua tukang parkir dan seorang satpam. Nama mereka antara lain, Alfian Firdaus, Heri Prabowo, Teguh SU, Husni Iskandar ( PNS golongan II ) dan Siswanto ( cleaning service ).
Salah satu otak sidikat faktur pajak fiktif, Budi Keong, belum tertangkap dan masih dalam kejaran polisi. Peran Budi Keong sangat vital karena merupakan broker utama atas transaksi faktur pajak fiktif ( Jawa Pos 15Mei 2005 ). Angka kerugian negara sebesar Rp. 3,8 milyar kemunginan besar dapat berkembang ( Jawa Pos, 17 Mei 2005 ).
     Kasus bergulir bak bola salju sebab sejumlah tersangka bernyanyi atas permainan restitusi pajak oleh pejabat eselon tinggi kantor pajak. Polisi pun mulai membidik pejabat tersebut ( Jawa Pos 18 Mei 2005 ). Sejumlah pegawai pajak masuk rumah sakit karena takut kena gigit atau namanya disebut para tersangka      ( Surya, 18 Mei 2005 ).
Kabag Umum Kanwil Pajak Jabagtim I, melalui surat pembaca di Jawa Pos, membantah adanya keterlibatan pejabat eselon II dalam kasus ini.
Bersadarkan penyidikan polisi, lima perusahaan di duga terlibat dalam kasus faktur pajak fiktif sebesar Rp. 3,8. Mereka adalah CV. BB, CV. SS, CV. CAN, PT. DETN dan PT. KAT (Jawa Pos, 21 Mei 2005)
Polisi juga segera menyerahkan berkas 18 tersangka kepada kejaksaan ( Jawa Pos, 30 Mei 2005 ).
     Kasus ini mendapat banyak perhatian media massa baik cetak maupun elektronik. Bahkan Majalah Berita Tempo memasukkannya dalam sebuah laporan utama. Berita yang cukup mencengangkan adalah tentang Siswanto, cleaning service kantor pajak memiliki kijang innova dan hobby nongkrong di cafĂ©/restoran mahal (Tempo 13 Juni 2005 ). Dalam wawancara dengan Fadjar Siahaan, Tempo menulis jika Fadjar, mengakui sejumlah pegawainya terlibat tindak kejahatan. Ia menegaskan, "Kami tidak mentolerir pegawai mana pun yang terlibat tindak pidana. Kalau betul mereka terlibat, akan kami tindak." Fajar menghitung sekitar Rp 3,8 miliar kerugian yang diderita negara karena ulah jaringan ini.
     Tiga pegawai pajak ( Alfian Firdaus, Heri Prabowo dan Teguh Setyo Utomo ), Siswanto ( mantan cleaning service kantor pajak ) dan Juviter Erianto ( konsultan pajak ) diajukan ke pengadilan sebagai terdakwa dalam kasus ini.
     Jaksa Penuntut Umum menuntut mereka delapan bulan penjara karena dianggap terbukti melakukan rekayasa faktur pajak fiktif PT. DETN sebesar Rp. 1,8 milyar. Dijerat pasal 263 KUHP tentang pemalsuan. Pengadilan Negeri Surabaya memvonis para terdakwa lima bulan penjara. Belum diperoleh khabar nasib Budi Keong yang dinyatakan buron.

CLEANING SERVICE KANTOR PAJAK IKUT BERAKSI

Setelah lima tahun lalu ditangkap oleh penyidik pajak dan kepolisian dalam kasus faktur pajak fiktif, Siswanto mantan cleaning service kantor pajak kembali ditangkap oleh aparat Polwiltabes Surabaya. Kali ini dalam dugaan pemalsuan Surat Setoran Pajak ( SSP ). Siswanto ditangkap dengan sejumlah anak buahnya. Berdasarkan pemeriksaan di hardisk computer milik Siswanto, polisi menemukan 600 file perusahaan dengan nama berbeda. Para tersangka mengajak polisi berdamai, tapi polisi menolak. Siswanto mengungkapkan keterlibatan pegawai pajak bernama Suhertanto ( Juru Sita/Tagih Pajak ). Hasil penyidikan disita 361 data wajib pajak yang dimainkan sindikat Siswanto dan Suhertanto.. "Dengan asumsi nilai pajak yang seharusnya disetor sekitar Rp 1 miliar, kerugian negara sekitar Rp 300 miliar," kata Ike Edwin, Kapolwiltabes Surabaya. Jumlah ini lebih besar dari kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Suhertanto pun mengungkapkan keterlibatan atasan dan rekannya dalam kasus penghapusan utang pajak. Akhirnya Edwin ( Kasi Penagihan ), Dino Arnanto ( Staf IT ), M Ishak H dan A Yusuf ditahan polisi. Modus mereka adalah mengubah data base kantor pajak. Kakanwil Pajak Jawa Timur I Ken Dwijugiesteadi membantah jika database kantor pajak bisa di bobol. Ken juga bersikukuh tidak ada uang negara yang hilang akibat ulah Suhertanto. Beberapa hari kemudian Kuasa hukum Suhertanto mengungkapkan, otak kasus ini  adalah konsultan pajak bernama Bambang Ari yang masih buron. Polisi menyita sejumlah harta milik tersangka termasuk Daihatsu Taruna milik Siswanto dan uang serta tanah milik Suhertanto .
Sama seperti lima tahun lalu, kasus ini mendapat banyak perhatian dari sejumlah media massa termasuk Majalah Tempo karena sosok Siswanto. Sebagai mantan cleaning service dia memiliki tiga buah rumah dan kerap menyumbang untuk kepentingan warga termasuk pembangunan masjid dan memberangkatkan acara ziarah makam wali untuk kelompok pengajian ibu-ibu. ( Jawa Pos dan Tempo ).

Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Surabaya. Empat berkas milik tersangka Edwin, Dino Arnanto, M Ishak dan A Yusuf dikembalikan jaksa peneliti kepada penyidik kepolisian karena belum memenuhi unsur yang disangkakan . Berkas tersebut masih berstatus P19. “ Sebaiknya penyidik polisi mencari keterangan dari pihak-pihak terkait. Sebab sebenarnya ada puluhan perusahaan yang menjadi korban tapi baru dua yang menjalani pemeriksaan, “ kata Ade T, Kasi Tindak Pidana Khusus Kejari Surabaya     ( Kompas, 22 Juni 2010 ).
Sementara itu Pengadilan Negeri Surabaya memvonis Siswanto dengan hukuman setahun penjara. Hakim juga mengembalikan Daihatsu Taruna milik Siswanto yang disita polisi. Atas putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum akan mengajukan banding      ( Jawa Pos, 5 Agustus 2010 ). Belum diperoleh kabar nasib Sehertanto, oknum pegawai pajak yang bernyanyi serta konsultan pajak bernama Bambang Ari yang buron.

MAFIA PAJAK BERAKSI LAGI

Hanya beberapa bulan setelah kasus faktur pajak fiktif di Surabaya terbongkar, Polres Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok Jakarta dipimpin AKBP Lucky Hermawan berhasil mengungkap kasus restitusi pajak ( Desember 2005 ) bermodus ekspor fiktif. Polisi menetapkan 18 orang tersangka. Tujuh tersangka telah kabur ke luar negeri. Tiga lainnya masih dalam status DPO diantaranya Vijey Kumar Jaswani (VKJ) dan Sunil (Sun). Ketelibatan oknum pajak juga terungkap dengan ditahannya empat pegawai Kantor Pajak Pademangan Jakarta berinisial HS, HM, SG dan NV. Sementara itu Kepala Kantor Pajak Pedemangan Faisal Siregar akhirnya juga ikut ditahan sepulang dia menunaikan ibadah haji. Kejahatan yang berlangsung pada Juli-Oktober 2005 itu diperkirakan telah membuat kas negara bobol Rp 25 miliar. Padahal, aksi ini diperkirakan sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Bayangkan, berapa duit negara yang telah terkuras! Polisi juga akan memeriksa sejumlah kantor pelayanan pajak lain di Tanjung Priok, Sawah Besar, Gambir, dan Cibinong. Lucky Hermawan mengatakan praktek export fiktif ini juga terjadi di Pelabuhan Tanjung Emas( Semarang ), Tanjung Perak ( Surabaya ) dan Pelabuhan Belawan ( Medan ). Pihaknya dibantu penyidik Polda Metro Jaya juga tengah mempelajari dokumen pencairan dana restitusi. Ada dugaan adanya praktek pencucian uang yang melibatkan oknum perbankan. Selain itu telah ditangkap.seorang oknum bea cukai dan seorang dari pihak agen pelayaran yang diduga terlibat rekayasa dokumen ekspor fiktif atau yang biasa di sebut ekspor angin ( Kompas ).
Menteri Keuangan Sri Mulyani memerintahkan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo memeriksa kembali restitusi pajak 2005 sebesar Rp 19 triliun. "Tak tertutup kemungkinan untuk mengevaluasi restitusi tahun-tahun sebelumnya," ujar Sri Mulyani. Sebaliknya, Hadi Purnomo menyatakan kasus itu terjadi lantaran tak bagusnya koordinasi antar departemen. Akibatnya, data yang dimiliki Direktorat Pajak tak lengkap. "Kalau lengkap, ke mana saja masuk akan diketahui," ujarnya. Hadi menganggap pembobolan dana restitusi pajak terjadi lantaran kesalahan oknum, bukan karena sistem. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke kejaksaan. Hingga kini belum terdengar khabar proses hukum selanjutnya dari para oknum pegawai pajak.
Setelah terjadi pergantian Dirjen Pajak kepada Darmin Nasution dan diikuti dengan progam reformasi birokrasi termasuk pemberian remunerasi ( kenaikan gaji ), kasus mafia pajak kembali muncul. Bermula dari adanya transfer uang senilai 500.000 US$ kepada seorang pemeriksa pajak Kanwil Jakarta khusus bernama Yudi Haryadi. Berdasarkan penyidikan Polda Jabar akhirnya terungkap adanya bukti-bukti jika transfer uang tersebut diduga terkait dengan manipulasi pajak layanan televisi berlangganan Kabel vision di bawah naungan PT First Media Tbk. `’Baru pertama di Indonesia terbongkar. Pajak Rp 100 miliar cukup bayar Rp 25 miliar. Yang Rp 75 miliar cingcailah,” kata Irjen Pol Susno Djuaji, Kapolda Jabar yang pernah menjabat Wakil Kepala PPATK. Selain Yudi, dua oknum pajak, Handun dan Adi juga ditahan. Polisi menyita harta milik Yudi, antara lain sebidang tanah seluas 138.900 meter persegi atau sekitar 14 hektare dan sertifikatnya di Kabupaten Karawang. Mereka kemudian diadili dan dijerat UU Tipikor serta UU Pencucian uang.
Di tahun 2010, setelah diberhentikan sebagai Kabareskrim, Susno Djuaji kembali membuat kejutan dengan mengungkap kejanggalan atas proses hukum Gayus Tambunan, seorang pegawai pajak golongan III a. Kasus Gayus hampir mirip dengan kasus Yudi Haryadi, hanya saja nilai komisi yang diperoleh Gayus sangat fantastis, 28 milyar. Tapi Gayus justru di vonis bebas. Kini kasusnya di sidik ulang dan kembali disidangkan.