Kasus mafia pajak tak bisa lepas dari kasus Gayus.
Alumnus STAN tahun 2000 ini memang sosok yang sensasional walau hanya
berpangkat III/a dengan jabatan penelaah keberatan kantor pusat Ditjen Pajak.
Kasusnya bagai sebuah miniseri misteri. Berikut jejak kasusnya :
Episode pertama
Berawal temuan PPATK adanya
transaksi mencurigakan di rekening Bank Panin dan BCA atas nama Gayus HP Tambunan sebesar Rp. 25 milyar. Temuan ini dilaporkan
ke Bareskrim. Penyelidikan dimulai. Tanggal 7 Oktober 2009, penyidik Bareskrim menetapkan Gayus sebagai
tersangka. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dikirim ke Kejaksaan Agung. Gayus dijerat
pasal money laundry, tindak pidana
korupsi dan penggelapan. Pihak Kejagung menunjuk Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka
Kurnia dan Ika Syafitri untuk melakukan penelitian. Selama penyidikan Gayus
tidak ditahan tapi rekeningnya diblokir.
Tapi setelah perkara ini
ditangan kejaksaan dan dilimpahkan ke pengadilan, Gayus hanya dijerat atas
pasal penggelapan. Itupun hanya senilai Rp. 395 juta atas rekening Gayus di
BCA. Uang itu berasal dari PT. Megah Cipta Jaya Garmindo ( MCJG ) sebesar Rp.
370 juta dan Robertus Antonius ( konsultan pajak ) Rp. 25 juta.
Dengan surat nomor : R/805/XI/2009/
Bareskrim tertanggal 26 November 2009 yang ditandatangani Brigjen Raja
Erizman, blokir rekening di Bank Panin
dibuka. Uang Rp. 24,6 milyar mengalir. Dua hari sebelumnya Susno Djuaji
dicopot dari jabatannnya sebagai Kepala Bareskrim karena
tekanan publik dalam kasus cicak vs buaya ( KPK vs Polri )/
Tanggal 13 Januari 2010,
Gayus mulai disidangkan di PN Tangerang. Selama tiga bulan masa persidangan itu,
pengadilan mendengarkan 15 orang saksi. Hasilnya, Hakim Ketua Muhtadi Asnun
beserta Haran Tarigan dan Bambang Widiatmoko sebagai hakim anggota memutus
bebas Gayus. Sebab kasus penggelapan adalah delik aduan dan pengadunya tak ada.
PT. MCJG sudah bubar, pemiliknya Mr. Son tidak diketahui keberadaannya.
Tak lama kemudian, Susno
Djuaji mantan Kabareskrim membongkar skandal ini. Susno menuding mantan
bawahannya merekayasa kasus ini.
Tudingan mengarah Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Brigjen
Raja Erizman dan bekas Direktur Ekonomi Khusus Brigjen Edmon Ilyas. Sontak
mereka membatah menerima uang atas kasus ini. Para jaksa dan hakim pun ikut
membantah. Raja Erizman malah menuduh Susno, maling teriak maling. Divisi
Profesi dan Keamanan pun melakukan pemeriksaan kepada polisi yang menangani
kasus ini. Sementara Diretorat KITSDA memeriksa Gayus dan atasannya di Derektorat
Keberatan dan Banding. Komisi Yudisial juga memeriksa para hakim. Pihak
kejaksaan belum bersikap atas kasus ini.
Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ( Satgas ) ikut turun tangan ikut
menangani kasus ini. Beredar khabar Gayus memperoleh uang itu dari praktek
markus di pengadilan pajak karena posisinya sebagai pembuat risalah banding.
Terungkap total uang Gayus sebesar Rp. 28 milyar di 21 rekening bank. Juga
rumah mewah di real estate daerah Kelapa Gading dan apartemen milik Gayus.
Episode kedua
Kehebohan terjadi. Tanggal
24 Maret 2010, Gayus “ lari” ke Singapura. Satgas dan Kabareskrim pun terbang
ke Singapura “mengejar” Gayus. Akhirnya Gayus kembali bersama tim Satgas. Beredar
video rekaman pertemuan Gayus dan Kabareskrim di Singapura. Terdengar
pembicaraan tentang skenario pemulangan Gayus dan keterlibatan perusahaan
Bakrie dalam aliran uang Gayus.
Polri mencopot jabatan Brigjen Raja Erizman dan
Brigjen Edmon Ilyas. Sedangkan penyidik Bareskim Kompol Arafat Enanie dan AKP
Sri Sumartini dinyatakan sebagai tersangka.
Dirjen Pajak juga mencopot
Bambang Heru Ismiarso sebagai Direktur Keberatan dan Banding I dan sejumlah
bawahannnya. Gayus pun dipecat. Sejumlah pejabat pajak dimutasi.
Polri membentuk tim
independen yang dipimpin Irjen Mathius Salempang untuk menyidik ulang kasus
ini. Gayus didampingi pengacara senior Adnan Buyung. Terungkap sejumlah
rekayasa kasus Gayus yang diatur Haposan
Hutagalung, mantan pengacara Gayus dan asal-usul uangnya, antara lain :
-
Rekayasa perjanjian bisnis dengan
pengusaha bernama, Andi Kosasih tentang fee dari pengadaan tanah yang awalnya
diaku Gayus sebagai sumber uangnya.
-
Pemberian uang kepada penyidik agar
Gayus tidak ditahan dan juga proses
pemeriksaan yang dilakukan di sebuah hotel.
-
Status Rebertus Antonius ( konsultan
pajak ) sebagai salah satu sumber aliran uang Gayus, yang awalnya tersangka,
akhirnya menjadi saksi.
-
Pembocoran rencana tuntutan ( rentut )
oleh Jaksa Cirus Sinaga. Rentut dirubah setelah Gayus memberi uang kepada
Haposan untuk aparat kejaksaan
-
Pemberian uang kepada Hakim Asnun agar
hukumannya diperingan.
-
Gayus mengaku mendapat “order” dari Alif
Kuncoro ( pengusaha bengkel ) untuk mengeluarkan SKPKB, PT. Kaltim Prima Coal ( KPC ) untuk
tahun 2000, 2001, 2002, 2003 dan 2005 yang ditahan kantor pajak karena ada permasahan
selisih kurs. Gayus sering “nongkrong” di bengkel Alif yang disebutnya
pengusaha “palugada” ( apa lu minta
gue ada ). Alif sendiri mendapat order ini dari adiknya Imam Cahyo Maliki,
seorang konsultan pajak. Atas bantuan
Maruli Pandopotan, mantan atasan Gayus dibentuk tim dari Direktorat Jenderal
Pajak untuk selesaikan kasus ini.
-
Sukses order pertama, Gayus mendapat
order berikutnya yaitu membantu membuat surat banding dan bantahannya untuk PT
Bumi Resources dan membuat pembetulan laporan pajak untuk PT. BUMI dan PT.
Arutmin dalam rangka sunset policy.
Sementara dari pemeriksaan
Alif, Kuncoro, Kompol Arafat, AKP Sri Sumartini, Alif Kuncoro dan Haposan
Hutagulung diperoleh keterangan antara lain :
-
Alif Kuncoro menyuap Kompol Arafat
dengan sebuah Harley Davidson seharga Rp 410 juta. Hal itu dilakukan agar adik
Alif, Imam Cahyo Maliki, tidak dijadikan tersangka dan tidak ditahan oleh
penyidik Mabes Polri. Imam Cahyo adalah saksi kunci aliran uang Group Bakrie
pada Gayus. Hingga kini Imam berstatus buronan.
-
Menurut Kompol Arafat, Haposan
menyerahkan US$ 50 ribu kepada Kombes Pambudi Pamungkas agar Gayus tidak
ditahan. Tapi Kombes Pambudi minta uang lebih karena harus berbagi dengan
atasannya Brigjen Edmon Ilyas. Akhinya diserahkan uang US$ 100.000. Arafat
mendapat jatah 20 juta. Dia juga mendapat uang 35 juta dari Haposan agar tidak
menyita rumah Gayus.
-
Arafat diundang Sri Sumartini bertemu
jaksa Cirus dan Fadil di Hotel Kristal. Saat itu Cirus menyarankan agar
ditambahkan pasal penggelapan agar kasus ini menjadi pidana umum bukan pidana
khusus.
Pada 10 Juni 2010, polisi
menetapkan Cirus Sinaga dan Poltak Manurung sebagai tersangka tapi hal itu
lantas diralat.Cirus dan Poltak dinyatakan hanya sebagai saksi.
Episode ketiga
Tanggal 8 September 2010,
Gayus untuk kedua kalinya diadili. Dia dijerat dengan empat dakwaan :
Pertama, Pasal 3 Jo Pasal 18 undang-undang tindak
pidana korupsi. Gayus telah merugikan
keuangan negara sebesar RP 570.952.000, terkait penanganan keberatan pajak PT
Surya Alam Tunggal Sidoarjo. Perbuatan ini Gayus lakukan
dengan Maruli Padopotan, Humala SL
Napitupulu, Johny Marihot Tobing dan Bambang Heru
Kedua, Pasal 5 ayat 1
huruf a undang-undang tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1. Gayus dan Haposan menyuap penyidik Mabes Polri M. Arafat Enanie dan Sri Sumartini.
Ketiga, Pasal 6 ayat 1
undang-undang tindak pidana korupsi karena memberikan uang sebesar 40.000 dolar
AS kepada Hakim Muhtadi Asnun, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara Gayus
di Pengadilan Negeri Tangerang.
Keempat, Pasal 22 Jo pasal
28 undang-undang tindak pidana korupsi. Gayus dan Andi Kosasih telah dengan sengaja memberi keterangan yang
tidak benar untuk kepentingan penyidikan dengan tujuan mengelabuhi asal usul
uangnya.
Terdakwa lain dalam kasus
ini adalah Kompol Arafat, AKP Sri Sumartini,
Haposan Hutagalung, Andi Kosasih, Alif Kuncoro dan Hakim Asnun. Sementara aparat pajak lain yang
menjadi tersangka adalah Maruli Padopotan dan Humala Napitupulu.
Dibawah tekanan media, pada
8 November 2010, jaksa Cirus Sinaga dinyatakan sebagai tersangka pemalsuan dan
pembocoran rencana tuntutan ( rentut )
. Isi tuntutan untuk Gayus adalah pidana setahun, tapi Cirus diduga membuat
rentut palsu tuntutan hukuman pidana
setahun penjara dengan masa percobaan setahun untuk “menekan” Gayus melalui
Haposan.
Satgas dan PPATK
mengungkap jika Gayus masih memiliki safe deposit aset lain.
Polisi melakukan penyitaan aset Gayus senilai hampir Rp. 87
milyar, terdiri :
-
saham elektronik trading salah satu
perusahaan sebanyak 15.188.000 lembar dengan nilai sekitar Rp 7 miliar dan saham
lainnya sebanyak 17.438.091 lembar di BEJ
-
Uang tunai USD 56.096 di BRI dan senilai USD 2.972 di
Bank Mandiri.
-
Deposito rupiah Rp 500.9997.260 di CIMB
Niaga dan Rp 500 juta di Bank Mandiri.
-
Tabungan rupiah Rp 311.270.735 dan
senilai Rp 129.661.172 di Bank Mandiri.
-
Rekening atas nama Milana istri Gayus
dengan nominal Rp.125. 107.806 di CIMB Niaga dan 1.3 miliar di BII.
-
Satu unit tanah rumah dan bangunan di
Kelapa Gading.
-
Safe Deposit Box berisi USD 659.800 dan uang
dalam dolar Singapura senilai Rp 9.000.680 dolar. Turut disita juga 31 batang
logam mulia masing-masing seberat 100 gram. Total diperkirakan senilai Rp 74
miliar.
Anwar Supriyadi, Ketua
Komite Pengawas Pajak meminta Ditjen Pajak segera memeriksa ulang ketiga
perusahaan Group Bakrie yang diduga menyuap Gayus tanpa menunggu putusan hakim.
Tapi Ditjen Pajak saat itu, M Tiptarjo menolak beralasan belum ada novum ( bukti baru ) sebagai dasar
pemeriksaan ulang guna menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ).
Polisi mengaku kesulitan
melacak asal-usul harta Gayus. Para penyuap Gayus berpeluang
lolos dari jerat hukum.