Sabtu, 07 Januari 2012

Korupsi Anggaran di Ditjen Pajak

Selama ini korupsi di kantor pajak selalu indentik dengan kongkalingkong manupulasi pajak antara aparat pajak, konsultan pajak, pengadilan pajak dan tentu saja pengusaha. Padahal sebagaimana instansi lainnya, kantor pajak pun rawan dengan adanya praktek korupsi anggaran. Berbagai proyek-proyek di kantor pajak pun diisukan telah dikorupsi sebagaimana proyek di kantor pemerintahan lainnnya.
Isu itu semakin berhembus kencang sejak adanya reformasi di Ditjen Pajak. Reformasi birokrasi yang digulirkan pada tahun 2006 ( setelah dirintis tahun 2002 ), menuntut adanya modernisasi kantor pajak. Tak ayal triyunan rupiah pun digelontorkan untuk berbagai proyek pengadaan barang dan bangunan selain kenaikan gaji pegawai pajak sebesar ratusan persen.
Proyek-proyek modernisasi yang menelan dana besar contohnya pembangunan gedung-gedung kantor pajak baru, pengadaan ratusan mobil dinas  yaitu Suzuki APV dan KIA Carens II ( pada masa sebelumnya mobil dinas Ditjen Pajak adalah Kijang dan Panther, yang dikenal irit dan tak rewel ), pengadaan peralatan TI dan pembuatan jaringannya. Proyek yang spektakuler adalan pembangunan jaringan TI bernama PINTAR yang menelan dana US$ 145 juta ( pinjaman bank dunia ).
Salah satu proyek yang diduga terjadi mark up adalah proyek pengadaan alat sistem teknologi informasi di kantor pusat Ditjen Pajak pada tahun 2006 senilai Rp. 43 milyar. Hasil audit BPK menemukan adanya penyelewengan sebesar Rp. 12 milyar.
Pada 4 November 2011, Kejaksaan Agung telah menetapkan 2 orang pejabat Ditjen Pajak sebagai tersangka. Mereka adalah Bahar, Ketua Panitia Proses Pengadaan Sistem Informasi Manajamen dan tersangka kedua bernama Pulung Sukarno yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.
Sebagai catatan, Pulung Sukarno sebelumnya pernah menjabat Kepala Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Surabaya Dua yang sempat membongkar kasus faktur pajak fiktif di tahun 2005 ( Alfian Firdaus dkk ). Kasus itu telah menyeret 4 pegawai pajak golongan II (, mantan cleaning service dan pegawai honorer kantor pajak ( baca Catatan harian Seorang Mafia Pajak ).
Dalam kasus korupsi proyek TI ini, Kejagung telah menggeledah empat lokasi yaitu Kantor Pusat Ditjen Pajak, Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak di Jakarta Barat, dan dua lokasi rumah tersangka B di Jl Madrasah Gandaria Jakarta Selatan, serta Komplek Cinere, Depok, Jawa Barat.
Ditjen Pajak sendiri melalui juru bicaranya Dedi Rudaedi menyatakan mendukung langkah hukum yang dilakukan kejaksaan agung, namun akan tetap memberikan bantuan hukum kepada kedua tersangka sesuai ketentuan.
Terkuaknya kasus korupsi anggaran di Ditjen Pajak semakin menambah panjang kasus-kasus korupsi di Diten Pajak. Kasus pajak yang paling menonjol selain kasus kasus Gayus dan Bahsyim adalah kasus restitusi fiktif dan manipulasi fiskal luar negeri. Trilyunan uang negara menguap disini. Temuan BPK di tahun 2004, sepanjang periode 1999-2000 ada penyimpangan  restitusi pajak sebesar Rp 1,95 triliun. Padahal masih banyak kasus lain (  contoh : KPP Pademangan dan PHS ). Ekonom Drajat H Wibowo pada tahun 2007 pernah mengungkapkan ada potensi fiskal luar negeri ( FLN ) sebesar Rp. 1 trilyun yang raib pada tahun 2004-2006.  Sayang tak pernah ada penyelesaian yang tuntas atas kasus-kasus pajak tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar