Jumat, 01 Oktober 2010

MAFIA PAJAK BERAKSI LAGI

Hanya beberapa bulan setelah kasus faktur pajak fiktif di Surabaya terbongkar, Polres Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok Jakarta dipimpin AKBP Lucky Hermawan berhasil mengungkap kasus restitusi pajak ( Desember 2005 ) bermodus ekspor fiktif. Polisi menetapkan 18 orang tersangka. Tujuh tersangka telah kabur ke luar negeri. Tiga lainnya masih dalam status DPO diantaranya Vijey Kumar Jaswani (VKJ) dan Sunil (Sun). Ketelibatan oknum pajak juga terungkap dengan ditahannya empat pegawai Kantor Pajak Pademangan Jakarta berinisial HS, HM, SG dan NV. Sementara itu Kepala Kantor Pajak Pedemangan Faisal Siregar akhirnya juga ikut ditahan sepulang dia menunaikan ibadah haji. Kejahatan yang berlangsung pada Juli-Oktober 2005 itu diperkirakan telah membuat kas negara bobol Rp 25 miliar. Padahal, aksi ini diperkirakan sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Bayangkan, berapa duit negara yang telah terkuras! Polisi juga akan memeriksa sejumlah kantor pelayanan pajak lain di Tanjung Priok, Sawah Besar, Gambir, dan Cibinong. Lucky Hermawan mengatakan praktek export fiktif ini juga terjadi di Pelabuhan Tanjung Emas( Semarang ), Tanjung Perak ( Surabaya ) dan Pelabuhan Belawan ( Medan ). Pihaknya dibantu penyidik Polda Metro Jaya juga tengah mempelajari dokumen pencairan dana restitusi. Ada dugaan adanya praktek pencucian uang yang melibatkan oknum perbankan. Selain itu telah ditangkap.seorang oknum bea cukai dan seorang dari pihak agen pelayaran yang diduga terlibat rekayasa dokumen ekspor fiktif atau yang biasa di sebut ekspor angin ( Kompas ).
Menteri Keuangan Sri Mulyani memerintahkan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo memeriksa kembali restitusi pajak 2005 sebesar Rp 19 triliun. "Tak tertutup kemungkinan untuk mengevaluasi restitusi tahun-tahun sebelumnya," ujar Sri Mulyani. Sebaliknya, Hadi Purnomo menyatakan kasus itu terjadi lantaran tak bagusnya koordinasi antar departemen. Akibatnya, data yang dimiliki Direktorat Pajak tak lengkap. "Kalau lengkap, ke mana saja masuk akan diketahui," ujarnya. Hadi menganggap pembobolan dana restitusi pajak terjadi lantaran kesalahan oknum, bukan karena sistem. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke kejaksaan. Hingga kini belum terdengar khabar proses hukum selanjutnya dari para oknum pegawai pajak.
Setelah terjadi pergantian Dirjen Pajak kepada Darmin Nasution dan diikuti dengan progam reformasi birokrasi termasuk pemberian remunerasi ( kenaikan gaji ), kasus mafia pajak kembali muncul. Bermula dari adanya transfer uang senilai 500.000 US$ kepada seorang pemeriksa pajak Kanwil Jakarta khusus bernama Yudi Haryadi. Berdasarkan penyidikan Polda Jabar akhirnya terungkap adanya bukti-bukti jika transfer uang tersebut diduga terkait dengan manipulasi pajak layanan televisi berlangganan Kabel vision di bawah naungan PT First Media Tbk. `’Baru pertama di Indonesia terbongkar. Pajak Rp 100 miliar cukup bayar Rp 25 miliar. Yang Rp 75 miliar cingcailah,” kata Irjen Pol Susno Djuaji, Kapolda Jabar yang pernah menjabat Wakil Kepala PPATK. Selain Yudi, dua oknum pajak, Handun dan Adi juga ditahan. Polisi menyita harta milik Yudi, antara lain sebidang tanah seluas 138.900 meter persegi atau sekitar 14 hektare dan sertifikatnya di Kabupaten Karawang. Mereka kemudian diadili dan dijerat UU Tipikor serta UU Pencucian uang.
Di tahun 2010, setelah diberhentikan sebagai Kabareskrim, Susno Djuaji kembali membuat kejutan dengan mengungkap kejanggalan atas proses hukum Gayus Tambunan, seorang pegawai pajak golongan III a. Kasus Gayus hampir mirip dengan kasus Yudi Haryadi, hanya saja nilai komisi yang diperoleh Gayus sangat fantastis, 28 milyar. Tapi Gayus justru di vonis bebas. Kini kasusnya di sidik ulang dan kembali disidangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar